Selera makan pada anak sebenarnya dapat mengalami ketidak stabilan. Bisa naik, bisa juga menurun. Maka orang tua pun perlu hati-hati saat memaksa anak menghabiskan makanannya saat ia sedang tak selera makan. Dampak terparahnya anak menjadi trauma sehingga semakin sulit makan. Contohnya,setiap kali anak melihat ibu membawa mangkok dan sendok, ia sudah menangis menjerit-jerit. Ia betul-betul tidak mau makan. Ini menyebabkan kondisi semakin memburuk. Sehingga sebaiknya bunda tidak perlu memaksakan terlalu keras pada anak untuk makan. Sebaliknya, beri dia pengertian secara pelan-pelan. Agar si anak pada akhirnya mau makan. Lantas bagaimana penjelasannya bahwa memaksa anak makan dapat menyebabkan trauma? Mengutip dari sebuah artikel berjudul “Dipaksa Makan, Anak Bisa Trauma”, berikut penjelasannya:
Memaksa Makan Anak Dapat Menyebabkan Trauma
Menurut Fitriani, Psi, MPsi, Direktur Lentera Insan-Child Development Education Center, bahwa memaksa makan di usia balita akan berakibat tidak sehat bagi perkembangan anak. Anak akan mengalami ketakutan yang begitu tinggi ketika anak dipaksa untuk makan. Apalagi bila sampai menjejalkan sendok pada anak, dimarahi, atau ditakut-takuti hantu dan sebagainya. Ketakutan tersebut bisa menimbulkan trauma. Sikap trauma anak terhadap makanan dan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan makan justru akan lebih menyulitkan. Si kecil kian susah makan karena ia cenderung menghindari penyebab trauma yang dihadapinya. Parahnya jika trauma tersebut berlanjut sampai dewasa, bisa memunculkan perilaku jijik atau tidak suka pada jenis-jenis makanan tertentu.
Penyebab perilaku jijik terhadap makanan
Penyebab lain trauma makan adalah karena anak mengasosiasikannya dengan hal lain yang menyebabkannya tidak suka makanan tertentu. Semisal saat anak muntah dan merasakan tidak enaknya muntah. Kemudian ia melihat bentuk muntahnya berbentuk sama seperti bubur. Bisa jadi, kedua anak itu mengasosiasikan muntah dengan bubur. Maka ingatan anak akan lunak menghubungkan makanan lunak dengan benda yang membuatnya jijik. Akibatnya, saat ditawarkan bubur atau jus alpukat anak langsung menolak.
Selain berbentuk benda, trauma juga dapat terjadi bila saat ia sedang makan dengan nasi dan ayam goreng, lalu sang ayah memarahinya. Meskipun sebetulnya penyebab kemarahan ayah bukan karena anak makan nasi dan ayam goreng, tetapi anak bisa mengasosiakan nasi dan ayam goreng sebagai penyebab kemarahan ayah. Sebab anak belum bisa berpikir secara rasional. Emosi masih tinggi dibanding rasionalnya. Akbatnya, anak trauma memakan nasi dan telor dadar karena takut sang ayah akan memarahinya lagi. Setiap kali makan telor, anak akan teringat pada peristiwa yang membuatnya merasa tidak anak
Sikap jika balita pada tahap masa kritis
Anak berusia 2-5 tahun adalah masa anak sedang sulit-sulitnya makan. Artinya, bila anak sulit makan pada usia itu sebenarnya masih bisa dikategorikan wajar. Namun, tentu saja orangtua tidak boleh diam saja di masa anak tidak mau makan. Karena jika semakin dibiarkan anak akan semakin kurus, kurang gizi dan semakin tidak bergairah untuk melakukan aktifitas. Bila keadaan itu berlanjut, anak bisa malas-malas terus karena fisiknya tidak sehat. Sehingga ibu harus bertindak mengatasi masalah tersebut.
Untuk mengatasi keadaan seperti itu, maka orangtua perlu membujuk dengan berbagai cara dengan membuat suasana makan jadi menggembirakan. Luangkan waktu untuk menyusun menu bersama. Pun dengan mengajak anak untuk melihat-lihat gambar dalam buku resep. Pada saat-saat tertentu, buatkanlah menu-menu kesukaan anak. Jika perlu ubah bentuk makanan menjandi sesuatu unik. Tetapi jangan lupa gizinya. Harus mengandung gizi yang seimbang. Paling penting, pada masa kritis ini, yang perlu dihindari orangtua adalah menjaga emosi. Jangan sampai ayah dan bunda kehilangan kesabaran dengan memarahi. Apa lagi sampai melakukan tindakan fisik kepada anak. Apabila berbagai upaya telah diberikan, namun anak belum juga mau makan, lebih baik bawa anak ke dokter spesialis anak. Jangan sampai berat badannya di bawah normal. Dokter akan melakukan pemeriksaan apakah anak tidak mau makan karena ada hormone atau enzim yang belum bekerja. Atau barangkali sedang menderita gangguan infeksi tertentu. Namun jikalau setelah dilakukan pemeriksaan ternyata tidak ada masalah, dan sang anak tetap tidak mau makan, barulah kemungkinan adanya trauma makan pada anak dapat disimpulkan.
Tetap terdapat pendapat lain penyebab traumatis terhadap anak yakni adanya karena kegiatan/aktifitas anak sangat jarang. Sehingga trik lain yang dapat membuat anak menjadi gemar makan adalah dengan memberikan kesibukan yang cukup banyak. Maka dengan begitu ia akan menghabiskan energi. Ketika sering kehabisan energy dengan sendirinya si kecil butuh makan guna mengisi energinya kembali.
Makan dengan suasana yang bahagia
Langkah terbaik untuk mencegah trauma tidak mau makan adalah dengan pengetahuan yang disertai dengan sikap dan perilaku yang benar. Orang tua perlu mempunyai pengetahuan tentang pemberian makanan pada bayi. Orangtua butuh belajar tahapan pemberian makan yang benar. Kapan si kecil belum saatnya anak makan nasi. Kapan si kecil seharusnya sudah diberi nasi. Selain jenis dan bentuk makanannya, pemberian makanan tidak menggunakan cara-cara yang sangat negatif, atau sikap penyiksaan. Kalau bunda atau pengasuh kerap emosi sambil menyuapi anak, maka anak akan mengidentikkan acara makan dengan kegiatan yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, buatlah suasana menyenangkan saat makan. Misalnya sembari anak bermain, bunda dapat memberikannya makan. Atau bisa juga dengan diajak jalan-jalan ke luar rumah. Dapat pula dengan bertemu teman-temannya. Sang anak akan merasa senang.